Model Pendidikan Yang Dibutuhkan Generasi Z

Mayoritas siswa saat ini berasal dari Generasi Z, yaitu generasi yang lahir pada pertengahan 1990-an hingga sekitar tahun 2010. Mereka adalah generasi yang ditentukan teknologi, yang tidak bisa melihat dunia tanpa teknologi.

Pembelajaran jarak jauh secara daring pada pandemi Covid-19 ini sejatinya memperkuat Generasi Z. Paling tidak mereka mempunyai kesadaran lebih baik dibanding Generasi Alpha, lahir setelah tahun 2010, yang mungkin belum menyadari dampak pandemi ini pada pendidikan mereka.

Sebuah survei terhadap Generasi Z pada sekolah internasional di India menyebutkan, 93 persen siswa merasa percaya diri karena mereka memahami teknologi dengan baik. Sebanyak 60 persen mengatakan suka berkolaborasi dan berbagi pengetahuan dengan orang lain secara daring.

Meski tidak bisa dikatakan mewakili kondisi global, tetapi paling tidak survei tersebut dapat mencerminkan relasi yang kuat Generasi Z dengan teknologi, bagi mereka yang memiliki akses. Karena itu, teknologi disarankan menjadi bagian pembelajaran bagi sekolah yang melayani Generasi Z.

Pandemi ini mempercepat kebutuhan teknologi untuk pembelajaran. Selama masa pandemi, pembelajaran daring menjadi salah satu solusi untuk menjaga keberlanjutan pendidikan ketika sekolah ditutup. Permasalahan yang muncul merupakan hal wajar karena ada “pemaksaan” adaptasi teknologi secara mendadak dan tanpa persiapan.Manusia mempunyai kemampuan luar biasa untuk beradaptasi, dan anak-anak, lebih luwes untuk beradaptasi dengan teknologi.

Siswa bisa mandiri dengan teknologi dalam pembelajaran jarak jauh, meski untuk memahami materi pelajaran perlu bantuan orangtua terutama siswa sekolah dasar. Mahasiswa dinilai paling mandiri dan paling siap untuk pembelajaran daring.

Generasi muda yang memasuki pendidikan tinggi memiliki titik tolak yang sama sekali berbeda dari generasi sebelumnya. Sebagai digital natives, mereka selalu memiliki teknologi yang sepenuhnya terintegrasi ke dalam sebagian besar aspek kehidupan mereka.

Karena itu, sejumlah penelitian yang dikutip weforum.org menyebutkan, akses ke teknologi yang tepat dan metode pembelajaran yang tepat bisa membuat belajar secara daring lebih efektif. Rata-rata siswa dapat mempertahankan 25-60 persen lebih banyak materi saat belajar daring dibandingkan dengan hanya 8-10 persen saat belajar tatap muka di kelas.

Hal tersebut sebagian besar karena siswa dapat belajar lebih cepat secara daring. Pembelajaran daring membutuhkan 40-60 persen lebih sedikit waktu untuk belajar daripada di ruang kelas karena siswa dapat belajar sesuai kecepatan mereka, membaca ulang materi pembelajaran sesuai keinginan mereka.

Karena itu, saatnya mendefinisikan kembali peran pendidik. Gagasan pendidik sebagai pemegang ilmu yang menanamkan kebijaksanaan kepada murid-muridnya tidak lagi sesuai di era teknologi digital ini. Siswa dapat memperoleh akses ke pengetahuan, dan bahkan mempelajari keterampilan teknis menggunakan telepon seluler, tablet, atau komputer mereka. Ini jaman paling demokratis, kekuasan keilmuan bukan lagi pada guru dan dosen, peran mereka sebagai fasilitator, memberi inspirasi.

Pendidikan juga harus diubah mengikuti perkembangan jaman. Sekolah yang berfokus pada keterampilan akademis dan pembelajaran hafalan , sudah tidak relevan. Keterampilan berpikir kritis dan kemampuan beradaptasi akan lebih penting untuk menentukan kesuksesan di masa depan. Menurut laporan, 85 persen pekerjaan di tahun 2030 yang akan dimasuki oleh Generasi Z dan Alpha belum ditemukan. Menurut laporan, 6 persen anak sekolah dasar saat ini akan bekerja pada jenis pekerjaan yang belum ada.

Konsep otomasi dalam Revolusi Industri 4.0 akan mengubah struktur dan lapangan pekerjaan. Beberapa pekerjaan akan menjadi otomatis dan yang lainnya akan berubah secara signifikan karena teknologi. Manajerial yang membutuhkan keahlian spesifik dan interaksi dengan para pihak termasuk bidang yang sulit diotomasi pada 2030. Sekitar 14 persen pekerjaan di negara-negara anggotanya sangat otomat dan 32 persen lainnya akan berubah secara radikal oleh kemajuan teknologi. Sebuah kajian 23 juta pekerjaan di Indonesia bakal digantikan proses otomasi pada tahun 2030.

Sistem pendidikan harus jauh lebih responsif terhadap tuntutan zaman. Survei kecocokan bidang studi dengan pekerjaan di Amerika Serikat, rata-rata hanya 25 persen. Jadi tidak penting bahwa orang yang belajar sejarah itu pekerjaannya di bidang sejarah, meskipun akan membantu kalau bisa linier.

Sumber : kompas.id

Recommended For You

About the Author: SudutEdukasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *