Dengan pendekatan berbasis inkuiri memberikan kesempatan kepada para siswa untuk berlatih berdiskusi. Sekolah dapat mempersiapkan mereka untuk partisipasi dalam masyarakat seumur hidupnya dimasa depan.
Menggunakan waktu sejenak untuk mempertimbangkan seberapa banyak kita benar-benar memikirkan tentang Konstitusi negara kita yang menginformasikan dan memengaruhi aspek yang sangat besar dalam kehidupan kita. Guru yang mengajar ilmu sosial di sekolah menengah pertama dan atas, perlu meluangkan waktu untuk memikirkannya. Tetapi banyak orang jarang bertanya pada diri sendiri mengapa kita membutuhkan tiga kelompok dalam pembagian kekuasaan (trias politika). Apa yang akan terjadi jika kita menyusun ulang Konstitusi hari ini. Atau bahkan bagaimana amandemen tersebut berdampak pada kehidupan kita sendiri.
Ketika seorang siswa memasuki sekolah menengah, konsep-konsep seperti ini hampir menjadi sesuatu yang asing. Namun, pertanyaan-pertanyaan tersebut pasti menarik banyak orang dan hal ini juga tidak terdapat dalam buku teks. Siswa menulisnya setelah mempelajari pembelajaran berbasis inkuiri, sebuah proses pedagogis yang menghargai keingintahuan dan pemikiran kritis. Melalui itu, para siswa ini telah belajar sendiri lebih dari yang tercatat dalam buku teks.
Pembelajaran Berbasis Inkuiri pada Mata Pelajaran PKn
Pembelajaran berbasis inkuiri tidak berasal dari materi yang diberikan oleh guru, melainkan menggunakan eksplorasi dan melibatkan siswa dalam rutinitas dan aktivitas di dalam kelas. Meliputi materi yang ditekankan pada siswa untuk mengasah keingintahuan siswa, akal, dan keterampilan dalam memecahkan masalah.
Baca juga : Contoh Pembelajaran Berbasis Proyek di sekolah luar negeri
Teknik ini sangat cocok untuk mata pelajaran ilmu sosial, karena mengajarkan siswa bagaimana menginterpretasikan sumber primer dan terlibat dalam debat atau diskusi, bukan hanya menghafal fakta. Organisasi pendidikan terkemuka, termasuk National Council for Social Studies dan Educating for American Democracy , telah menempatkan inkuiri sebagai inti dari pendekatan pedagogis yang efektif untuk mengajarkan sejarah dan kewarganegaraan. Penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan pemuda dalam kewarganegaraan berkorelasi dengan kedalaman dan kualitas pendidikan kewarganegaraan yang diterimanya. Singkatnya, ketika kita membekali siswa dengan pendidikan kewarganegaraan dan sejarah yang berkualitas, kita telah mempersiapkan mereka untuk melestarikan dan menjunjung tinggi cita-cita demokrasi.
Kurikuler Inkuiri Sebagai Kerangka Pembelajaran Berbasis Inkuiri
Kalau kita ingin merevisi pendahuluan/appersepsi tentang konstitusi negara, kita bisa mengadopsi Kerangka Penyelidikan Kurikuler Stephanie Harvey dan Harvey “Smokey” Daniels, sebuah pendekatan yang mereka uraikan dalam buku mereka, Pemahaman dan Kolaborasi . Secara khusus, kita sedang mencari cara untuk menekankan pilihan oleh siswa.
Kerangka Penyelidikan Kurikuler membutuhkan kecepatan yang lebih lambat, memberi siswa cukup waktu untuk menyusun pertanyaan, menyelidiki, dan akhirnya mengambil tindakan, sambil membekali mereka dengan keterampilan penyelidikan kritis yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi kita.
Fase Kurikuler
Mengikuti model Harvey dan Daniels, dapat dibagi penyelidikan kurikuler menjadi empat fase, yang kami sebut “membenamkan”, “menyelidiki”, “menyatukan”, dan “mempublikasikan”. Berikut snapshot dari bagaimana setiap fase terlihat.
Mendalami
Pada fase ini, siswa menyelam jauh ke dalam topik, membaca dan meneliti apa pun yang mereka bisa. Mereka diberi waktu dan ruang untuk mengeksplorasi dan mengembangkan keingintahuan mereka tentang subjek tersebut.
Diawali dengan mengumpulkan sumber daya yang berkaitan dengan Konstitusi. Selanjutnya siswa dengan pemahaman dasar tentang nilai-nilai dan cita-cita yang ada dalam demokrasi konstitusional, jadi kita menemukan sumber dari cetak dan online yang mengeksplorasi Konstitusi dan bagaimana konstitusi itu membentuk dan mencerminkan pemerintahan dan masyarakat kita selama bertahun tahun.
Siswa akan merasa senang karena diberi kebebasan untuk menjelajah sesuai dengan kemampuan mereka sendiri. Selama dua kali siswa medalami topik ini, kita juga menugaskan mereka untuk merumuskan setidaknya 15 pertanyaan yang muncul saat mereka membaca, mendengarkan, dan menonton. Kita meluangkan waktu untuk melatih siswa tentang nilai pertanyaan dan cara mengubah pertanyaan dari dasar menjadi hipotesis yang dapat diteliti.
Menyelidiki
Di sini siswa bekerja sama untuk merumuskan penyelidikan yang akan membimbing mereka melalui proses penelitian—dan mulai menemukan jawaban atas pertanyaan mereka.
Setelah setiap siswa memiliki daftar pertanyaan mereka, saatnya kolaborasi dimulai. Dibagi menjadi beberapa kelompok, siswa menulis pertanyaan mereka pada catatan tempel individu dan menempatkannya di selembar kertas bersama. Siswa mengajukan pertanyaan yang matang, seperti “Apakah Bapak Pendiri menjanjikan kebebasan untuk semua, atau hanya untuk beberapa orang?” dan “Bagaimana kami membuat perubahan pada Konstitusi dari waktu ke waktu?”
Dengan mengakomodasi keingintahuan mereka, masing-masing kelompok mulai mempersempit pertanyaan kolektif mereka menjadi pertanyaan yang akan menjadi subjek penelitian mereka masing-masing. Siswa dengan cepat mulai mengupas pertanyaan yang sudah jelas dan karena itu tidak akan mengarah pada penyelidikan yang terlalu hipotetis, sehingga tidak ada jalur yang jelas untuk penyelidikan. Setelah masing-masing kelompok memilih dan menyesuaikan pertanyaan panduan, mereka memulai penelitian yang pada akhirnya akan menjadi subjek presentasi mereka.
Kolaborasi
Anggota tim berkolaborasi untuk menyempurnakan dan berbagi temuan mereka. Mereka menyusun rencana untuk mempresentasikan karya mereka.
Fase ketiga dari proses inkuiri ini meminta siswa untuk menetapkan target kelompok, merencanakan waktu, dan membagi tugas. Tugas mereka adalah membuat poster yang menyajikan pertanyaan inkuiri mereka dan kesimpulan yang telah mereka capai dengan cara yang menarik dan mudah dipahami. Idenya adalah bahwa siswa akan berkontribusi pada masyarakat luas tentang kewarganegaraan dengan memajang poster mereka di sekolah. Terserah siswa untuk mempertimbangkan bagaimana mempresentasikan pertanyaan mereka, hasil, dan pertanyaan lebih lanjut yang muncul saat mereka menyelesaikan pekerjaan mereka. Peran guru di kelas dengan cepat berubah menjadi pelatih, membantu kelompok mengatasi tantangan, menyempurnakan pertanyaan mereka, dan melakukan brainstorming untuk melibatkan audiens mereka.
Publikasi
Akhirnya, siswa berbagi pekerjaan mereka dengan anggota masyarakat. Fase terakhir ini dapat dibingkai sebagai jalur bagi aktivisme mahasiswa dan kontribusi kepada masyarakat luas.
Pada fase terakhir, jelas bahwa siswa telah berpartisipasi atas pembelajaran mereka. Yang paling menonjol adalah mereka dapat merefleksikan proses penyelidikan. Mereka tidak diberi informasi begitu saja. Sebaliknya, mereka benar-benar ingin tahu untuk menemukan jawaban atas pertanyaan yang mereka buat.
Selanjutnya, mereka dengan percaya diri membimbing komunitas sekolah melalui pertanyaan kompleks mereka, menyoroti baik fakta yang perlu diketahui maupun nuansa dan tantangan yang melekat dalam studi Konstitusi. Siswa mengakui bahwa sementara para perumus Konstitusi berusaha untuk memberikan kebebasan kepada warga negara. Membutuhkan waktu puluhan tahun untuk hak politik diperluas ke banyak orang. Realitas seperti ini memungkinkan siswa untuk bergulat dengan cita-cita dan kontradiksi. Hadir dalam setiap kajian tentang masa lalu bangsa.
Merefleksikan proses ini, ditemukan bahwa ketika kita membalik pendekatan dalam mengajar dan membiarkan keingintahuan siswa mengikuti pembelajaran. Siswa akan lebih mengontrol pengetahuan yang mereka peroleh dan selanjutnya, diinvestasikan lebih mendalam. Tidak ada proses pelajaran kewarganegaraan yang lebih baik dari proses ini.