Deep Learning Pendekatan Belajar Baru

Deep learning adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pemahaman mendalam, bermakna, dan berorientasi pada kualitas, bukan sekadar menghafal materi. Tujuannya adalah agar siswa mampu memahami konsep secara menyeluruh, menerapkan pengetahuan dalam kehidupan nyata, serta menumbuhkan karakter dan kemandirian belajar. Dalam deep learning, proses belajar bukan hanya soal penguasaan materi, tetapi menemukan makna yang memicu rasa ingin tahu. Membuat siswa merasa gembira dan terinspirasi dalam belajar.

Menurut Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti, ada tiga prinsip utama dalam penerapan deep learning yaitu mindful (kesadaran penuh dalam belajar), meaningful (pembelajaran yang bermakna dan aplikatif), dan joyful (pembelajaran yang menyenangkan sehingga memotivasi siswa). Materi pembelajaran harus relevan, tidak berlebihan, dan menanamkan nilai-nilai yang dapat diterapkan dalam kehidupan. Deep learning juga mendorong guru untuk menjadi sahabat belajar. Yang mengajak siswa berpikir kritis, berdiskusi, dan berefleksi, bukan hanya sekadar penyampai materi.

Pelaksanaan deep learning bertujuan menyiapkan generasi yang mampu berpikir kritis, kreatif, dan adaptif menghadapi tantangan masa depan. Dengan pembelajaran yang berpusat pada pemahaman, penerapan, serta pengembangan karakter sepanjang hayat. Peran orang tua dan masyarakat juga penting dalam mendukung proses pembelajaran yang mendalam ini. Secara garis besar, deep learning adalah pembelajaran yang menyentuh hati dan makna sehingga ilmu yang diperoleh dapat bertahan lama dan bermakna dalam kehidupan siswa sehari-hari.

Definisi resmi Deep Learning menurut Mendikdasmen

Definisi resmi Deep Learning menurut Mendikdasmen (Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah) Abdul Mu’ti adalah sebagai berikut: Deep Learning adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pemahaman konsep dan penguasaan kompetensi secara mendalam dalam cakupan materi yang lebih sempit. Dalam pembelajaran ini, siswa didorong untuk aktif terlibat, menyelami topik yang dipelajari. Sehingga dapat menjelajah lebih dalam dan menikmati pemahaman topik tersebut secara mendalam. Deep Learning berbeda dengan Surface Learning yang memaksakan pembahasan banyak materi secara luas tetapi tidak mendalam. Sehingga Deep Learning fokus untuk memaknai, memiliki, dan menikmati proses pembelajaran dengan lebih sungguh-sungguh.

Selain itu, Deep Learning mengandung tiga elemen utama, yaitu Meaningful Learning (pembelajaran yang bermakna), Mindful Learning (pembelajaran yang penuh kesadaran dan keterlibatan aktif), dan Joyful Learning (pembelajaran yang menyenangkan dan memotivasi siswa). Pendekatan ini bertujuan agar siswa tidak hanya menghafal. Tetapi mampu menerapkan dan menghubungkan konsep dalam kehidupan nyata dengan cara yang mendalam, reflektif, dan penuh makna. Deep Learning bukan sebuah kurikulum baru, melainkan sebuah metode atau pendekatan pembelajaran yang melengkapi kurikulum yang berjalan saat ini

Perbedaan Deep Learning dan Surface Learning

Mendikdasmen membedakan Deep Learning dan Surface Learning sebagai berikut:

  • Deep Learning adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan pemahaman konsep dan penguasaan kompetensi secara mendalam dalam cakupan materi yang lebih sempit. Siswa aktif terlibat, menyelami, dan menikmati proses pembelajaran. Sehingga dapat memahami dan menerapkan konsep secara kritis dan bermakna dalam kehidupan nyata. Deep Learning berfokus pada pembelajaran yang bermakna, penuh kesadaran, dan menyenangkan untuk membangun keterampilan berpikir kritis dan kreatif.
  • Surface Learning adalah pendekatan pembelajaran yang berusaha membahas banyak materi secara luas dengan mengorbankan pemahaman mendalam. Siswa cenderung menghafal banyak hal tanpa benar-benar memahami konsepnya. Hanya mengingat materi untuk ujian tanpa keterlibatan yang tinggi dalam proses belajar. Surface Learning sering bersifat mekanis dan pasif, tanpa pemaknaan lebih dalam atas materi yang dipelajari.

Perbedaan intinya adalah Deep Learning menekankan pemahaman yang mendalam, keterlibatan aktif, dan penerapan. Sedangkan Surface Learning lebih berfokus pada hafalan dan pemahaman dangkal tanpa banyak interaksi dan refleksi. Deep Learning bertujuan agar siswa mampu berpikir kritis, kreatif, dan memecahkan masalah. Sementara Surface Learning cenderung hanya mempersiapkan siswa untuk mengingat dan mengulangi materi secara mekanis untuk ujian semata.

Perbedaan penilaian antara Deep Learning dan Surface Learning

Perbedaan penilaian antara Deep Learning dan Surface Learning adalah sebagai berikut:

  • Pada Deep Learning, penilaian dilakukan secara formatif dan berkelanjutan dengan fokus pada pemahaman konsep yang mendalam, kemampuan berpikir kritis, serta kemampuan menerapkan pengetahuan dalam situasi nyata. Penilaian ini mencakup refleksi, diskusi, dan penerapan kompetensi secara nyata sehingga mendukung proses pembelajaran yang terus berkembang.
  • Pada Surface Learning, penilaian cenderung dilakukan secara akhir pada periode tertentu. Seperti ujian atau tes dengan fokus pada penghafalan dan kemampuan mengingat fakta tanpa pemahaman yang mendalam. Penilaian ini sering bersifat mekanis dan hanya mengukur kemampuan siswa dalam menghafal materi secara dangkal.

Secara singkat, Deep Learning menggunakan penilaian yang mendukung pemahaman dan keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar. Sedangkan Surface Learning menggunakan penilaian yang lebih berorientasi pada hasil akhir menghafal dan mengingat materi tanpa pemahaman yang kuat.

Tiga elemen utama Deep Learning menurut Mendikdasmen

Tiga elemen utama Deep Learning menurut Mendikdasmen adalah:

  1. Meaningful Learning: Pembelajaran yang bermakna, dimana siswa tidak hanya menghafal. Tetapi benar-benar memahami dan menghubungkan konsep dengan pengalaman atau konteks nyata sehingga ilmu yang diperoleh memiliki arti dan manfaat.
  2. Mindful Learning: Pembelajaran yang penuh kesadaran dan keterlibatan aktif siswa. Siswa diarahkan untuk benar-benar menyelami materi dengan penuh perhatian, refleksi, dan pemikiran kritis.
  3. Joyful Learning: Pembelajaran yang menyenangkan dan memotivasi siswa sehingga mereka merasa gembira dan tertarik dalam proses belajar. Membuat pembelajaran menjadi pengalaman yang positif dan tidak membosankan.

Ketiga elemen ini bertujuan membentuk proses belajar yang mendalam, reflektif, dan bermakna, bukan sekadar pengulangan atau penghafalan materi secara dangkal.

Mengukur transfer keterampilan dari Deep Learning

Cara guru mengukur transfer keterampilan dari Deep Learning melibatkan beberapa pendekatan dan teknik evaluasi. Menekankan pemahaman mendalam dan penerapan pengetahuan dalam konteks baru. Guru dapat melakukan pengukuran dengan cara berikut:

  1. Evaluasi Autentik: Menggunakan metode seperti proyek, laporan, presentasi, studi kasus, atau pembuatan prototipe. Yang menunjukkan kemampuan siswa menerapkan konsep secara nyata dan inovatif dalam situasi baru.
  2. Rubrik Penilaian: Guru menggunakan rubrik yang mengukur kedalaman pemahaman konsep, kemampuan analisis, sintesis, kreativitas dalam penerapan pengetahuan, kolaborasi, dan komunikasi siswa.
  3. Observasi dan Penilaian Formatif: Melalui observasi kelas, partisipasi aktif siswa, kualitas argumen yang diajukan, serta kemajuan siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan sepanjang proses pembelajaran.
  4. Perbandingan Hasil: Menganalisis perbedaan hasil antara pretest dan postest untuk melihat adanya peningkatan pemahaman dan keterampilan.
  5. Refleksi dan Umpan Balik: Mengumpulkan umpan balik dari siswa mengenai relevansi pembelajaran dengan kehidupan nyata dan evaluasi dari proses pembelajaran itu sendiri.

Dengan pendekatan ini, guru dapat memastikan bahwa transfer keterampilan dari Deep Learning tidak hanya berupa hafalan, tapi kemampuan menerapkan pengetahuan dalam konteks yang berbeda dan kompleks, yang merupakan inti dari pembelajaran mendalam.

Mengukur transfer keterampilan ke konteks nyata setelah Deep Learning

Guru dapat mengukur transfer keterampilan ke konteks nyata setelah Deep Learning dengan cara-cara berikut:

  1. Penilaian Kinerja (Performance Assessment): Guru memberikan tugas yang menyerupai situasi dunia nyata di mana siswa harus menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajari. Melalui tugas ini, guru dapat mengamati bagaimana siswa menggunakan pemahaman mereka secara efektif dalam konteks yang nyata dan relevan.
  2. Pembelajaran Berbasis Proyek dan Studi Kasus: Melibatkan siswa dalam proyek atau studi kasus yang menuntut mereka untuk memecahkan masalah autentik, membuat keputusan, dan menghasilkan solusi yang aplikatif. Ini memungkinkan guru menilai kemampuan transfer keterampilan secara langsung.
  3. Observasi dan Refleksi: Guru mengamati partisipasi dan keterlibatan siswa dalam aktivitas yang menerapkan pembelajaran ke situasi nyata, serta meminta siswa melakukan refleksi tertulis atau lisan mengenai bagaimana mereka menggunakan pengetahuan dan keterampilan tersebut.
  4. Penggunaan Teknologi untuk Monitoring: Mendukung pengukuran transfer dengan memanfaatkan aplikasi atau perangkat teknologi yang merekam kemajuan praktik keterampilan siswa dalam kehidupan sehari-hari, contohnya aplikasi kebugaran, video analisis teknik, atau simulasi virtual.
  5. Asesmen Autentik dan Holistik: Menggunakan instrumen penilaian yang tidak hanya mengukur pengetahuan secara kognitif, tetapi juga keterampilan sosial, kolaborasi, dan kreativitas yang diaplikasikan siswa dalam situasi kehidupan nyata.

Dengan pendekatan ini, guru dapat memastikan bahwa siswa tidak hanya menguasai materi secara teoritis, tetapi juga mampu menerapkan keterampilan yang diperoleh dalam konteks nyata yang kompleks dan beragam.

Membuat rubrik yang menilai transfer keterampilan dari HOTS ke praktik

Cara membuat rubrik yang menilai transfer keterampilan dari HOTS (Higher Order Thinking Skills) ke praktik meliputi beberapa langkah penting berikut:

  1. Tentukan indikator penilaian berdasarkan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang ingin diukur, seperti kemampuan menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan (analisis, evaluasi, dan kreasi sesuai taksonomi Bloom revisi—C4, C5, C6).
  2. Rumuskan kriteria penilaian yang jelas dan spesifik untuk tiap level pencapaian transfer keterampilan ke praktik, misalnya kemampuan mengaplikasikan konsep dalam konteks nyata, kualitas solusi yang dihasilkan, kreativitas dalam pemecahan masalah, dan kemandirian dalam menyelesaikan tugas praktis.
  3. Buat skala penilaian (misalnya 1-4 atau 1-5) yang menunjukkan tingkat pencapaian, mulai dari kurang atau belum memadai sampai sangat baik dan mandiri dalam penerapan keterampilan.
  4. Deskripsikan karakteristik atau bukti nyata pada setiap level, misalnya:
    • Level rendah: siswa hanya dapat mengulangi prinsip tanpa pengaplikasian nyata.
    • Level sedang: siswa dapat menerapkan pengetahuan dengan bimbingan.
    • Level tinggi: siswa mengaplikasikan secara mandiri dan kreatif dalam situasi baru.
    • Level sangat tinggi: siswa menunjukkan solusi inovatif dan mampu menghubungkan konsep lintas konteks.
  5. Pastikan rubrik tersebut mengakomodasi berbagai aspek praktek, seperti proses berpikir kritis, kreativitas, keterampilan teknis, dan kolaborasi jika relevan.

Rubrik ini digunakan pada penilaian praktik, proyek, atau tugas autentik yang menuntut siswa mengaplikasikan keterampilan HOTS dalam konteks dunia nyata. Dengan rubrik tersebut, guru dapat secara objektif mengukur sejauh mana transfer keterampilan HOTS terjadi dalam praktik siswa.

Penutup

Sebagai penutup, dapat ditegaskan bahwa deep learning bukan hanya sebuah cabang dari kecerdasan buatan, namun juga merupakan salah satu inovasi teknologi yang berperan penting dalam membentuk masa depan pendidikan, penelitian, dan pembangunan bangsa. Penerapan deep learning membuka peluang besar bagi peningkatan kualitas pembelajaran, pengelolaan informasi, serta pengembangan solusi yang inovatif untuk berbagai kebutuhan masyarakat.

Bagi dunia pendidikan, teknologi ini dapat dimanfaatkan untuk mendukung personalisasi pembelajaran, memperluas akses terhadap sumber pengetahuan, serta membantu pendidik dalam merancang sistem pengajaran yang lebih efektif. Sejalan dengan visi Departemen Pendidikan Nasional untuk mencetak generasi berpengetahuan, berkarakter, dan berdaya saing global, pengenalan serta penerapan deep learning menjadi langkah strategis dalam menghadapi tantangan era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0.

Dengan demikian, diharapkan seluruh pemangku kepentingan—mulai dari pendidik, peserta didik, akademisi, hingga pembuat kebijakan—dapat bersama-sama membangun ekosistem pendidikan yang adaptif, inovatif, dan berkelanjutan. Deep learning bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana untuk mewujudkan bangsa yang lebih cerdas, maju, dan berdaya saing di tingkat internasional.

Recommended For You

About the Author: SudutEdukasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *