Nyamuk Mengincar Bau Manusia dan Warna Tertentu

Nyamuk diketahui mengidentifikasi mangsanya melalui bau. Penelitian terbaru juga menemukan, nyamuk tertarik pada warna tertentu, utamanya merah-oranye, dan cenderung mengabaikan warna lainnya. Pengetahuan baru ini bisa membantu merancang penolak nyamuk, perangkap, dan metode lain yang lebih baik untuk mengusir nyamuk.

Nyamuk menggunakan bau untuk membantu mereka membedakan apa yang ada di dekatnya, seperti inang untuk menggigit. Ketika nyamuk mencium senyawa tertentu, seperti karbon dioksida dari napas kita. Aroma itu merangsang mata mereka untuk memindai warna tertentu dan pola visual lainnya. Yang terkait dengan inang potensial, dan menuju ke sana. Nyamuk mengabaikan warna lain, seperti hijau, ungu, biru, dan putih.

Para peneliti percaya temuan ini membantu menjelaskan bagaimana nyamuk menemukan inang. Karena kulit manusia, terlepas dari pigmentasi keseluruhan, memancarkan sinyal merah-oranye yang kuat ke mata mereka. Ada tiga isyarat utama yang menarik nyamuk: napas, keringat, dan suhu kulit. Keempat warna merah, yang tidak hanya dapat ditemukan pada pakaian, tetapi juga ditemukan di kulit setiap orang.

Hijau dan putih

Sekalipun warna kulit orang beragam, tetapi kita semua memberikan tanda merah yang kuat. Memfilter warna-warna di kulit kita, atau mengenakan pakaian yang menghindari warna-warna itu, bisa menjadi cara lain untuk mencegah gigitan nyamuk.

Dalam percobaan, tim peneliti melacak perilaku nyamuk Aedes aegypti betina, melalui berbagai jenis isyarat visual dan aroma. Seperti semua spesies nyamuk, hanya nyamuk betina yang meminum darah. Dan gigitan A aegypti dapat menularkan demam berdarah, demam kuning, chikungunya, dan zika. Para peneliti melacak nyamuk individu di ruang uji mini. Di mana mereka menyemprotkan bau tertentu dan menyajikan berbagai jenis pola visual, seperti titik berwarna atau tangan manusia.

Tanpa rangsangan bau apa pun, sebagian besar nyamuk mengabaikan titik di bagian bawah ruangan, terlepas dari warnanya. Setelah menyemprotkan karbon dioksida ke dalam ruangan, nyamuk terus mengabaikan titik apakah itu berwarna hijau, biru atau ungu. Namun, jika titik itu berwarna merah, oranye, hitam atau sian, nyamuk akan terbang ke arahnya.

Manusia tidak bisa mencium bau karbon dioksida, yang merupakan gas yang kita dan hewan lain embuskan setiap kali bernapas, tetapi nyamuk bisa. Mencium karbon dioksida meningkatkan aktivitas nyamuk betina, mencari ruang di sekitar mereka, mungkin untuk inang. Eksperimen titik berwarna mengungkapkan bahwa setelah mencium karbon dioksida, mata nyamuk ini lebih menyukai panjang gelombang tertentu dalam spektrum visual. Ini mirip dengan apa yang mungkin terjadi ketika manusia mencium sesuatu yang enak.

Eksperimen

Namun, para peneliti belum mengetahui apakah nyamuk melihat warna dengan cara yang sama seperti mata kita. Namun, sebagian besar warna yang disukai nyamuk setelah mencium bau karbon dioksida adalah oranye, merah, dan hitam, sesuai dengan panjang gelombang cahaya yang lebih panjang. Kulit manusia, terlepas dari pigmentasi, juga mengeluarkan sinyal panjang gelombang panjang dalam kisaran merah-oranye.

Eksperimen ruangan dengan kartu pigmentasi warna kulit manusia, atau tangan kosong peneliti, nyamuk kembali terbang menuju stimulus visual hanya setelah karbon dioksida disemprotkan ke dalam ruangan. Jika peneliti menggunakan filter untuk menghilangkan sinyal panjang gelombang, atau meminta peneliti mengenakan sarung tangan berwarna hijau, maka nyamuk yang telah mencium karbon dioksida tidak lagi terbang menuju stimulus. Eksperimen ini menjelaskan langkah pertama yang digunakan nyamuk untuk menemukan inang.

Diperlukan lebih banyak penelitian untuk menentukan bagaimana isyarat visual dan bau lainnya, seperti sekresi kulit, membantu nyamuk menargetkan inang potensial dari jarak dekat. Di sisi lain, spesies nyamuk lain mungkin juga memiliki preferensi warna yang berbeda, berdasarkan spesies inang yang mereka sukai. Namun, temuan baru ini menambahkan lapisan baru pada pengendalian nyamuk, yaitu warna.

Baca juga : Kepunahan Hewan Penyerbuk Mengancam Ketersediaan Pangan

Tergantung waktu

Selain dari warna, sebuah studi lain oleh para peneliti dari University of California, Irvine School of Medicine, menemukan, spesies nyamuk yang menggigit pada malam dan siang hari secara perilaku dipengaruhi oleh spektrum warna cahaya yang berbeda.

Tim yang dipimpin University of California, Irvine School of Medicine, mempelajari spesies nyamuk yang menggigit di siang hari seperti Aedes aegypti dan nyamuk yang menggigit di malam hari, yaitu Anopheles coluzzi, anggota keluarga Anopheles gambiae, yang memicu malaria. Mereka menemukan respons yang berbeda terhadap sinar ultraviolet dan cahaya lain di antara kedua spesies. Para peneliti juga menemukan pilihan tergantung pada jenis kelamin dan spesies nyamuk, waktu dan warna cahaya.
Ditemukan bahwa nyamuk yang menggigit siang hari tertarik pada berbagai spektrum cahaya pada siang hari. Nyamuk yang menggigit pada malam hari sangat fotofobik terhadap cahaya dengan panjang gelombang pendek pada siang hari, Hasil menunjukkan bahwa waktu dan spektrum cahaya sangat penting untuk mengontrol cahaya spesifik spesies nyamuk berbahaya.

Penelitian ini menunjukkan bahwa nyamuk menggigit di siang hari, terutama betina yang membutuhkan makanan darah untuk telur yang dibuahi, tertarik pada cahaya di siang hari terlepas dari spektrumnya. Sebaliknya, nyamuk yang menggigit pada malam hari secara khusus menghindari sinar ultraviolet (UV) dan sinar biru pada siang hari. Cahaya adalah pengatur utama ritme sirkadian dan membangkitkan berbagai perilaku spesifik sepanjang hari.

Ancaman

Nyamuk diketahui menimbulkan ancaman luas bagi manusia dan hewan lain sebagai vektor penyakit. Diperkirakan secara historis bahwa penyakit yang disebarkan oleh nyamuk telah menyebabkan kematian setengah dari semua manusia yang pernah hidup.

Dengan memperoleh pemahaman tentang bagaimana serangga merespons cahaya dengan panjang gelombang pendek dengan cara spesifik spesies, para peneliti ini berharap dapat mengembangkan alternatif baru yang ramah lingkungan untuk mengendalikan serangga berbahaya secara lebih efektif dan mengurangi kebutuhan akan pestisida beracun yang merusak lingkungan.

Sambil menunggu metode baru dalam menanggulangi nyamuk ini, secara praktis kita bisa mencegah risiko gigitan nyamuk Aedesaegypti dengan mengenakan pakaian tertutup yang cenderung tidak disukai serangga ini, yaitu hijau, ungu, biru, dan putih.

Sementara itu, untuk mencegah gigitan nyamuk Anopheles yang mencari makan di malam hari, memakai kelambu bisa jadi jalan terbaik. Studi dalam kurun 22 tahun membuktikan, pencegahan gigitan nyamuk malaria menggunakan kelambu terbukti menyelamatkan nyawa

Sumber : Kompas.id

Recommended For You

About the Author: SudutEdukasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *