Mutu dan kesenjangan pendidikan di Indonesia terpotret dari evaluasi sistem pendidikan. Dari semua tingkat satuan pendidikan melalui Asesmen Nasional tahun 2021. Ketertinggalan mutu dan adanya kesenjangan pendidikan ini terlihat dari kompetensi dasar literasi dan numerasi siswa SD hingga SMA/SMK di bawah standar. Masalah karakter siswa, dan mutu lingkungan belajar di sekolah.
Dari hasil Asesmen Nasional (AN) secara digital yang dilaksanakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Pada sekitar 6,5 juta dan 3,1 juta guru yang tersebar di 259.000 satuan pendidikan di jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK sederajat. Hasil asesmen kompetensi literasi-numerasi siswa belum memenuhi kompetensi minimum. Kondisi ini justru tertinggi terjadi di jenjang SD dan SMP yang merupakan jenjang wajib belajar anak-anak Indonesia.
Kesenjangan
Satu dari dua peserta didik belum mencapai kompetensi minimum literasi. Dua dari tiga peserta didik belum mencapai kompetensi minimum numerasi. Kesenjangan terlihat dari performa satuan pendidikan terbaik di salah satu kabupaten di luar Pulau Jawa setara dengan performa satuan pendidikan terburuk di salah satu Pulau Jawa. Bahkan, di antara satuan pendidikan terbaik dan terburuk di satu daerah juga masih memiliki kesenjangan tinggi.
Hasil AN tahun 2021 menjadi baseline untuk secara komprehensif mengevaluasi dan memetakan mutu pendidikan dari tingkat satuan pendidikan dan daerah. Pemetaan ini bukan untuk ”menghukum” atau memeringkat sekolah dan daerah. Tetapi untuk menemukan akar masalah di tiap satuan pendidikan dan daerah. Lalu mendorong pemanfaatan untuk merencanakan program dan penganggaran berbasis data yang berfokus untuk meningkatkan kualitas pendidkan dan mengatasi kesenjangan.
Hasil AN akan dilaporkan sebagai Rapor Pendidikan untuk tiap satuan pendidikan dan daerah, termasuk data pokok pendidikan, setiap tahun. Adanya evaluasi yang komprehensif dari capaian kompetensi minimum, karakter, dan mutu lingkungan belajar. Ini akan jadi pegangan sekolah dan daerah untuk memperbaiki input, proses, dan output (hasil) pembelajaran yang belum menghasilkan pendidikan berkualitas.
Dampak Kompetensi yang Rendah
Hasil literasi—numerasi siswa yang masih di bawah kompetensi minimum harus diatasi karena bisa berdampak buruk terhadap mutu sumber daya manusia ke depan. Peserta didik akan kesulitan melanjutkan belajar di tingkat pendidikan selanjutnya karena literasi dan numerasi adalah fondasi kemampuan belajar. Hal itu juga mengakibatkan rendahnya daya saing di era berbasis teknologi dan digital, serta kesadaran rendah terhadap hoaks atau kabar bohong yang beredar di masyarakat.
Terkait karakter siswa yang dilihat dari Profil Pelajar Pancasila, secara umum peserta didik kuat di nilai beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, serta kreativitas. Namun, untuk nalar kritis, gotong royong, dan kemandirian masih rendah. Karakter ini penting karena ada korelasi positif dengan pencapaian kompetensi literasi dan numerasi siswa.
Dari hasil survei, lingkungan belajar untuk mengukur faktor yang memengaruhi hasil belajar peserta didik, seperti mutu pembelajaran, iklim keamanan, dan kebinekaan, juga masih terkendala. Para guru memiliki dukungan afektif yang baik pada siswa dengan memperhatikan dan memberi umpan balik ke siswa.
Namun, manajemen kelas, seperti disiplin positif dan keteraturan suasana kelas, masih rendah. Bahkan, aktivasi kognitif dengan pembelajaran interaktif dan sesuai kemampuan siswa masih rendah. Ada perbedaan besar antara persepsi mutu pembelajaran dari pendidik dan peserta didik. Padahal persepsi peserta didik menunjukkan korelasi lebih tinggi terhadap capaian pembelajaran.
Isu lingkungan sekolah yang aman dan nyaman juga mesti mendapat perhatian serius. Sekitar 24,4 persen dari peserta didik berpotensi mengalami perundungan di satuan pendidikan dalam setahun terakhir, antara lain siswa dipukul atau ditendang siswa lain di sekolah, diancam siswa lain, hingga ada yang merusak atau mengambil barang.
Kebhinekaan
Insiden kekerasan seksual juga ditunjukkan 22,4 persen peserta didik menjawab ”pernah” untuk pertanyaan apakah siswa lain atau pendidik atau orang dewasa lain di sekolah yang pernah menunjukkan bagian tubuh tertentu atau hal-hal seksual secara langsung dan tidak langsung.
Demikian pula iklim kebinekaan yang diukur lewat sikap inklusif, komitmen kebangsaan, toleransi agama dan budaya, serta dukungan atas kesetaraan dan budaya, masih perlu dibangun. Sekitar 68 persen sekolah perlu meningkatkan sikap kebinekaan, dan baru 32 persen dari satuan pendidikan yang membudayakan sikap kebinekaan.
Platform Rapor Pendidikan menyajikan informasi mengenai mutu dan ketimpangan secara sederhana dan mudah dipahami satuan pendidikan serta pemerintah daerah. Itu bertujuan untuk mengidentifikasi dan merefleksikan tantangan dalam menyusun rencana perbaikan lebih tepat dan berbasis data.
Dinas pendidikan setempat bisa melihat secara makro mengenai isu-isu pendidikan daerah masing-masing ataupun melihat berdasarkan jenjangan yang menjadi fokus. Dinas pendidikan di daerah bisa melihat Angka Partisipasi Kasar (APK) satuan pendidikan, Angka Partisipasi Sekolah (APS), serta mutu dan relevansi hasil belajar siswa yang terdiri dari kemampuan literasi dan numerasi serta indeks karakter.
Rapor Pendidikan membantu satuan pendidikan mengatasi bertumpuknya evaluasi. Saat ini satuan pendidikan terbebani evaluasi beragam. Lembar-lembar evaluasi mengukur beragam hal dan memberi hasil beragam, kadang hasilnya saling bertentangan. Akibatnya, satuan pendidikan tidak memahami apa yang perlu diperbaiki sehingga pemerintah sulit memberi pendampingan yang sesuai. Rapor Pendidikan diharapkan bisa menyederhanakan proses evaluasi. Sekarang sumber data hanya AN dan Dapodik. Hasilnya satu evaluasi dan mengukur mutu serta pemerataan hasil belajar.
Tujuan
Dengan demikian, Rapor Pendidikan bukan untuk menghukum dan memberi pemeringkatan, melainkan membantu sekolah menganalisis dan melakukan perubahan tepat. Pemda juga bisa melihat data untuk membantu. Ini merupakan perubahan paradigma menyeluruh. Yang dapat dilihat, apakah tiap tahun ada peningkatan agar tiap sekolah bisa lebih baik lagi. Adanya Rapor Pendidikan menjadi bahan evaluasi dan refleksi perencanaan dan pembenahan.
Rapor ini detail dengan berbagai dimensi sehingga membantu merencanakan dan menganggarkan intervensi yang tepat sasaran. Rapor Pendidikan bisa membantu membuat rencana peningkatan mutu guru dan pembelajaran yang fokus pada literasi, numerasi, dan karakter. Ke depan kepala sekolah makin memahami posisi tiap-tiap sekolah dan perbaikan yang diperlukan. Rapor Pendidikan akan membantu sekolah untuk memperbaiki indeks-indeks yang masih rendah.