Agar mampu menghadapi perubahan zaman, siswa perlu dibekali keterampilan untuk menerapkan ilmu secara adaptif. Menyusun pembelajaran yang memadukan teori dan praktik serta merangsang nalar, misalnya melalui tugas kinerja atau performance task harus dilakukan oleh guru.
Siswa perlu dipersiapkan untuk menerapkan apa yang sudah dipelajari secara fleksibel dan adaptif ke situasi baru, tantangan, dan kesempatan baru, karena Dunia sekarang kompleks, saling terhubung, dan tidak bisa diprediksi, terlebih dengan adanya pandemi Covid-19.
15 Keterampilan
Dari laporan The Future of Jobs Report 2020 oleh World Economic Forum. Laporan menyatakan, ada 15 keterampilan yang paling dicari pada 2025. Keterampilan tersebut juga akan dibutuhkan saat siswa masuk dunia kerja.
Sebanyak 13 keterampilan di antaranya bersifat non-teknis, yaitu berpikir kritis dan analitis, aktif belajar, mampu menyelesaikan masalah, inovatif, serta kreatif. Kemampuan non-teknis lain yang dibutuhkan adalah kepemimpinan, ketahanan, penalaran, kecerdasan emosi, serta kemampuan persuasi dan negosiasi.
Hanya dua keterampilan yang bersifat teknis. Pertama, keterampilan menggunakan, memantau, dan mengontrol teknologi. Kedua, keterampilan desain teknologi dan pemrograman. Siswa mesti dibekali dengan keterampilan, konsep, dan nilai. Ketiganya merupakan modal mengatasi perubahan zaman.
Harapan
Diharap siswa dapat menjadi pemimpin yang dapat mengelola dirinya sendiri dan orang di sekitarnya. Diharap mereka menjadi pemimpin yang paham konsep, dapat memanfaatkan keterampilannya, serta menerapkan nilai di kehidupan. Ketiganya akan tetap dibutuhkan meski zaman berubah.
Guru didorong mengembangkan metode mengajar yang tidak hanya fokus pada penyampaian materi, tetapi juga mendorong siswa mengembangkan materi yang dipelajari dalam konteks lebih luas.
Menurut McTighe, tugas kinerja (performance task) adalah aktivitas apa pun yang mendorong siswa menunjukkan pengetahuan, keterampilan, dan pemahamannya. Guru dapat memanfaatkan tugas kinerja untuk mengukur kemampuan siswa sekaligus mendorong siswa mengembangkan diri.
Tugas kinerja untuk siswa kelas rendah dapat dibuat sesederhana mungkin. Misalnya, seorang anak yang hobi menari diminta menggambar dan memberi penjelasan singkat tentang tahap-tahap menari. Hal ini akan merangsang siswa untuk berpikir secara sistematis dan detail, tetapi tetap memberi ruang untuk mengembangkan gagasannya.
Tugas
Siswa SMA (di AS), misalnya, membuat tugas tentang bagaimana cara memberi suara saat pemilu. Mereka lalu membuat simulasi pemberian suara bersama teman-teman di kelas. Tugas kinerja yang sama bisa diaplikasikan ke siswa di jenjang pendidikan SMP atau yang lebih tinggi.
Tugas kinerja dalam bentuk lain juga bisa dikembangkan. Setelah belajar, siswa dapat diminta mengolah ilmu yang dipelajari dalam bentuk ulasan buku, debat antarsiswa, wawancara, pidato, gim, film, hingga poster.
Tugas kinerja penting agar guru dapat memahami cara belajar siswa. Pemahaman ini jadi modal penting agar guru dapat merencanakan kegiatan belajar-mengajar dengan baik.
Perlu dipahami bahwa performance task bukan hanya untuk memperoleh nilai, melainkan juga tentang bagaimana kita mengatur pengajaran.
Guru juga mesti mampu membuat materi yang diajarkan relevan dan menyenangkan untuk dipelajari. Adapun guru diharapkan mampu membangun dialog dua arah dengan peserta didik. Selain itu, guru juga didorong mengembangkan pembelajaran yang kreatif dan bermakna.
Berpikir kritis dan kreatif belum jadi kebiasaan di ruang kelas. Hingga kini, kompetisi capaian akademis masih menjadi budaya umum di kelas.
Yang diperlukan adalah mentransformasi cara pandang guru tentang untuk apa anak belajar, bagaimana cara anak belajar. Selama ini, mindset guru masih tentang bagaimana anak mencapai kompetensi tertentu.
Upaya transformasi pola pikir, dulu dilakukan melalui pelatihan dari berbagai instansi ke guru. Kini transformasi dilakukan melalui diskusi antarguru di program Guru Penggerak.
1 Comment